Selasa, 04 Desember 2012

praktik shalat jamak dan qasar





bab I pendahuluan


Adakalanya dalam beberapa waktu kita mengadakan perjalanan jauh, misalnya karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya. Terkadang kita juga mengalami coban berupa sakit sampai-sampai tidak dapat bangun, Hal itu menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah salat.  Padahal salat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga.
Melihat hal ini,salat seolah merupakan suatu beban yang memberatkan. Ternyata tidaklah demikian. Islam adalah agama yang memberi kemudahan dan keringanan terhadap pemeluknya di dalam rutinitas ibadah kepada Allah swt.  Hal ini menandakan kasih sayang Allah kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan salat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu.
a. rumusan masalah
    1. apa yang dimaksud dengan salat jamak dan qasar?
    2. kapan orang dapat menjamak dan atau mengqasar shalat?
b. tujuan
   untuk memberikan pemahaman tentang menjamak dan mengqosor salat kepada teman-teman supaya tidak terjadi kesalahan dalam praktiknya.

bab II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN SHALAT JAMAK DAN SHALAT QASAR

A Shalat Jamak
  1. Pengertian Shalat Jamak.
Shalat jamak adalah shalat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua shalat fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan shalat Duhur dan Asar dikerjakan pada waktu Duhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan shalat magrib dan ‘Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan shalat Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.
Hukum mengerjakan shalat Jamak adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِذا رَحِلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَمْسُ اخِرَ الظُهْرِ اِلى وَقْتِ العَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ الشَمْسُ قَبْلَ اَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَكِبَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: dari Anas, ia berkata: Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan shalat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua shalat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan shalat duhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat). (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjamak shalat karena ada suatu sebab yaitu bepergian. Hal menunjukkan bahwa menggabungkan dua shalat diperbolehkan dalam Islam namun harus ada sebab tertentu.
Shalat jamak boleh dilaksanakan karna beberapa alasan (halangan) berikut:
  1. Dalam perjalanan jauh minimal 81 km (menurut kesepakatan sebagian besar imam madhab)
  2. Perjalanan itu tidak bertujuan untuk maksiat.
  3. Dalam keadaan sangat ketakukan atau khawatir misalnya perang, sakit,  hujan lebat, angin topan dan bencana alam.
Shalat fardu dalam sehari semalam yang boleh dijamak adalah pasangan shalat duhur dengan asar dan shalat magrib dengan ‘isya. Sedangkan shalat subuh tidak boleh dijamak. Demikian pula orang tidak boleh menjamak shalat asar dengan magrib.
Shalat jamak dapat dilaksanakan dengan dua cara:
  1. Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yakni menjamak dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjamak shalat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu duhur ( 4 rakaat salat duhur dan 4 rakaat salat asar) atau menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu magrib (3 rakaat salat magrib dan 4 rakaat salat ‘isya).
  2. Jamak Ta’khir (jamak yang diakhirkan), yakni menjamak dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak shalat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu asar atau menjamak shalat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Dalam melaksanakan shalat jamak takdim maka harus berniat menjamak shalat kedua pada waktu yang pertama, mendahulukan salat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jamak ta’khir maka harus berniat menjamak dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan shalat pertama. Boleh mendahulukan shalat pertama baru melakukan shalat kedua atau sebaliknya.

 2.    Praktik Salat Jamak Takdim /Takhir

A. Cara Melaksanakan Salat Jamak Takdim

Misalnya salat duhur dengan asar: salat duhur dahulu empat rakaat kemudian salat asar empat rakaat, dilaksanakan pada waktu duhur.
Tata caranya sebagai berikut:
1)       niat shalat jamak takdim
2)   Takbiratul ihram
3)   Salat duhur empat rakaat seperti biasa.
4)   Salam.
5)   Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (asar),
6)   Takbiratul Ihram
7)   Salat asar empat rakaat seperti biasa.
8)   Salam.
Catatan: Setelah salam pada salat yang pertama harus langsung berdiri,tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).
  1. Cara Melaksanakan Salat Jamak Ta’khir.
Misalnya salat magrib dengan ‘isya: boleh salat magrib dulu tiga rakaat kemudian salat ‘isya empat rakaat, dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Tata caranya sebagai berikut:
1)   Berniat menjamak salat magrib dan isya' secara takhir
2)   Takbiratul ihram
3)   Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
4)   Salam.
5)   Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya)
8)   Takbiratul Ihram
9)   Salat ‘isya empat rakaat seperti biasa.
10)    Salam.
Catatan: Ketentuan setelah salam pada salat yang pertama sama seperti salat jamak takdim. Untuk menghormati datangnya waktu salat, hendaknya keuika waktu salat pertama sudah tiba, maka orang yang akan menjamak ta’khir, sudah berniat untuk menjamak ta’khir salatnya, walaupun salatnya dilaksanakan pada waktu yang kedua.

B. Salat Qasar
1. Pengertian Salat Qasar
Salat qasar adalah salat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan salat fardu dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Salat fardu yang boleh diringkas adalah salat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu duhur , asar dan ‘isya.
Hukum melaksanakan salat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya terpenuhi.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya: “ Dan apabila kamu beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)

 a. Syarat Sah Salat Qasar
Syarat-syarat salat qasar sama dengan syarat salat jamak hanya ditambah persyaratan bahwa salat yang dapat diqasar adalah salat yang jumlah rakaatnya empat, tidak makmum pada orang yang salat sempurna (biasa, tidak qasar)
  1. Praktik Shalat Qasar
Ambil contoh shalat qasar duhur.
Tata caranya sebagai berikut:
  1. Berniat shalat dengan cara qasar
  2.  Takbiratul ihrom
  3.  Shalat dua rakaat
  4. Salam


 C.  Shalat Jamak Qasar
  1. Pengertian Shalat Jamak Qasar.
Shalat jamak qasar adalah menggabungkan dua shalat fardu dalam satu waktu sekaligus meringkas (qasar).
Hukum dan syaratnya sama dengan salat jamak dan shalat qasar. Shalat jamak qasar dapat dilaksanakan secara takdim maupun ta’khir.
Umat Islam dapat melakukan shalat fardu secara jamak, qasar maupun jamak qasar asalkan memenuhi syarat sahnya. Hal ini merupakan rukhsah (keringanan )yang diberikan Allah agar manusia tidak meninggalkan shalat fardu walau dalam keadaan apapun. Allah tidak menghendaki kesukaran pada hambaNya.

   2.   Praktik Shalat Jamak Qasar
         Salat Jamak Qasar menggunakan Jamak Takdim: misalnya salat duhur dengan asar. Tata caranya sebagai berikut:
  1. Berniat menjamak qasar salat duhur dengan jamak takdim.
  2. Takbiratul ihram.
  3. Salat duhur dua rakaat (diringkas)
  4. Salam.
  5. Berdiri dan niat salat asar qasar
  6. Takbiratul ihram.
  7. Salat asar dua rakaat (diringkas)
  8. Salam
Salat Jamak Qasar menggunakan Jamak Ta’khir: misalnya salat magrib dengan ‘isya. Tata caranya sebagai berikut:
  1. Berniat menjamak qasar salat magrib denganjamak ta’khir
  2. Takbiratul ihram.
  3. Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
  4. Salam.
  5. Berdiri dan niat salat isya’ qasar
  6. Takbiratul Ihram.
  7. Salat isya’ dua rakaat (diringkas)
  8. Salam









Senin, 03 Desember 2012

GURU BUKAN SEKEDAR PROFESI, MELAINKAN LEBIH DARI PROFESI!



   GURU BUKAN SEKEDAR PROFESI, MELAINKAN LEBIH DARI PROFESI!

Pengertian Guru

           Guru itu adalah sesosok manusia yang pantas untuk dicontohi dan diteladani karena memang pada diri seorang guru ada suri teladan yang baik. Guru berasal dari bahasa sansekerta yang berarti seorang pengajar suatu ilmu.


Arti umum

        Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar atau menengah. Dalam definisi yang lebih luas setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap sebagai guru.

Arti khusus

        Dalam agama hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat yang suci berisi ilmu dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual atau kejiwaan murid-muridnya.
        Dalam agama budha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran.
Orang India, China, Mesir dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapatkan keselamatan dan kehormatan bahkan lebih dari orang tua mereka.

Guru di Indonesia

        Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal dan telah memiliki ketetapan hukum yang syah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru yang berlaku di Indonesia.

Munculnya Istilah Profesi Guru

        Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik. Tetapi beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonominya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi terutama bidang informasi dan komunikasi yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mengalami dilema eksistensialnya. Selain itu, dengan melihat bergesernya nilai-nilai di mata peserta didik sebagai generasi pembangunan di masa mendatang yang ditandai dengan seringnya pelajar ikut dalam kegiatan tawuran, genk motor, melawan orang tua, tentu memberikan isyarat bahwa pendidikan di Indonesia bergeser ke arah yang tidak diinginkan.
        Untuk pengembalian nilai-nilai itu, muncul ide bahwa perlunya pendidikan karakter sejak dini. Sebagai wujud dari komitmen, pada tanggal 30 Desember 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi memutuskan serta menetapkan UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta diundangkan dalam Lembaga Negara RI Tahun 2005 Nomor 157. Dengan adanya undang-undang tersebut guru bukan lagi sebagai kegiatan sampingan, tetapi sebagai profesi yang memiliki payung hukum.

Stigma Perubahan Gaya Hidup Guru Akibat “Guru Sebagai Profesi”

        Disadari atau tidak, kini makin terasa menurunnya apresiasi sebagian kalangan masyarakat terhadap istilah “profesi guru”. Hal itu tampak jelas dengan munculnya fenomena kecemburuan sosial pascasertifikasi. Guru yang menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok telah dicitrakan sebagai “orang kaya baru” dengan gaya hidup yang berubah drastis. Sedemikian hebatkah tampilan sosial seorang guru yang telah menerima tunjangan profesi guru, hingga mampu bersaing dengan para koruptor yang biasa berselingkuh dengan para mafia peradilan?
Harus diakui tunjangan profesi telah mampu mengangkat kesejahteraan guru dari kubangan keterpinggiran ekonomi yang dari tahun ke tahun yang tak pernah lepas dari stigma “Omar Bakri”. Guru juga bersyukur pada akhirnya amanat UU No 20 2003 benar dilaksanakan oleh para pengambil kebijakan. Namun sungguh naif tunjangan itu dicitrakan telah membuat gaya hidup seorang guru berubah. Karena guru sebagai pencerah peradaban adalah sebuah keniscayaan sejarah. Artinya, mereka bukan sekedar pentransfer ilmu semata, tetapi juga dituntut agar mampu mengilhami para “cantrik” nya menjadi generasi masa depan sesuai dengan kebutuhan dan semangat zaman.
         Dunia pendidikan tak mungkin lepas dari sosok seorang guru yang berdiri di garda depan, berhadapan dengan anak didik secara langsung. Tegak lurusnya pendidikan kita sangat bergantung pada kondisi guru, baik secara kwantitas terlebih kwalitas.
         Peningkatan kwantitas guru akan mudah dipenuhi oleh perguruan tinggi pendidikan, namun tidak untuk kwalitas. Padahal kwalitas guru akan berimbas langsung pada kwalitas anak didik. Sayangnya diskursus tentang guru selama ini kalah hiruk pikuk daripada soal kontroversi UN atau kurikulum yang tak konsisten. Anggaran pendidikan yang belum 20%-nya dianggap sebagai penghambat kemajuan pendidikan. Isu guru ramai dan rentang sertifikasi yang memiliki konsekwensi kenaikan pangkat dan gaji, tetapi belum tentu menjamin kwalitas. Isu-isu tersebut seharusnya menjadi catatan kaki dari isu yang lebih tragis, bahwa kita sangat kekurangan guru yang berkwalitas. Secara kwantitas saja belum terpenuhi apalagi secara kwalitas dengan budaya pendidikan serta tujuan pendidikan yang kian hedonistik dan konsumeristik.
        Kendati dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru telah menjadi profesi yang cukup menarik minat bagi para calon guru. Terlebih menjadi PNS adalah impian  banyak orang. Peran guru dalam dunia pendidikan mengalami titik nadir ketika dianggap sebagai sebuah profesi dengan konsekwensi gajinya. Asketisme guru yang lekat dengan mitos pahlawan tanpa tanda jasa, luntur karena guru butuh gaji sebagai pemenuh kebutuhan. Guru sebagai profesi telah menjerumuskan guru pada lubang hitam konsumerisme, yang mengendalikan relasi guru-siswa sebagai produsen dan konsumen dalam “ekonomi pendidikan”. Ini memang dilematis, karena gaji guru tak cukup untuk menutup kebutuhan primer. Apa yang dilakukan mereka akhirnya hanya bersifat “sekedar”. Sekedar untuk datang ke sekolah, mengajar, mentranfer ilmu lalu pulang dan bergelut kembali dengan manusia lain yang memiliki tanggung jawab ekonomi untuk diri sendiri maupun keluarga.

Alasan Mengapa Guru Bisa Menjadi Sebuah Profesi

        Guru di era sekarang ini bukan hanya sebagai tenaga pendidik, tetapi telah menjadi sebuah profesi yang undang-undangnya telah diatur tersendiri oleh pemerintah di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang bertujuan untuk lebih mensejahterakan dan mensejajarkan para guru dengan jenis profesi lainnya dengan diadakannya sertifikasi guru. Sehingga dari sisi materi para guru dan dosen tersejahterakan.
        Beberapa tahun sebelum adanya sertifikasi guru, menjadi guru bukanlah pilihan yang utama. Banyak orang menjadi guru karena terpaksa, daripada menganggur atau tidak punya pekerjaan. Di kacamata mereka, seorang guru tak lebih dari orang yang memiliki penghasilan kecil. Begitu pula, para lulusan sekolah lebih senang untuk memilih masuk di fakultas kedokteran, teknik, kehutanan, atau pertanian ketimbang keguruan. Inilah suatu faktor yang menyebabkan menurunnya kwalitas seorang guru. Lulusan-lulusan sekolah yang pintar dan cerdas telah terlebih dahulu untuk memilih fakultas-fakultas tersebut. Namun, sejak pemerintah memberlakukan program sertifikasi guru semua persepsi berubah. Semua jurusan dan fakultas keguruan penuh dengan mahasiswa. Sementara fakultas-fakultas lain berubah sepi. Begitu pula di daerah-daerah, banyak sarjana nonguru memaksa diri untuk menjadi seorang guru demi mendapatkan kesempatan yang sama dalam masalah sertifikasi. Notabenenya, mereka yang tidak memegang akta IV atau ijazah guru, bukanlah dipersiapkan menjadi guru. Sehingga hasil usaha mereka tidak sempurna dan tidak memuaskan.

Lalu, setujukah Anda bahwa guru itu hanyalah  sebatas profesi?

        Kalau menjadi seorang guru hanya terbatas pada profesi, maka sulit untuk menjadi guru yang profesional. Karena orang yang berada pada profesi tertentu belum tentu memiliki jiwa profesionalisme. Maka seharusnya menjadi guru itu lebih mengarah pada panggilan jiwa demi menghidupkan pendidikan di Indonesia untuk menuju bangsa yang cerdas dan bermartabat. Karena kalau guru didasari oleh panggilan jiwa, kehadiran seorang guru di tengah siswa-siwanya bukan sekedar tranformator ilmu belaka, melainkan melebihi dari itu. Mereka akan menjadi sosok yang benar-benar pantas untuk dijadikan sebagai teladan dalam segala lini kehidupan seorang siswa. Artinya, ketika kita menjadi guru segenap kesadaran batin dan kesadaran pikiran harus dilibatkan, melampaui dari sekedar keterampilan teknis menyangkut metodologi pembelajaran. Masalah metodologi pembelajaran itu bukan hal yang tidak penting, karena keterampilan teknis menjalankan tugas keguruan adalah bagian dari panggilan jiwa seorang guru untuk menguasainya. Tetapi yang ingin ditekankan di sini adalah ketika dianggap sebagai pnggilan jiwa, guru tidak dianggap selesai menunaikan kewajibannya di dalam kelas. Ia harus menjadi pendidik, pendidik yang mampu menjaga perilaku dan perkataan baik di dalam atau di luar kelas, di dalam sekolah atau di luar sekolah. Saya pikir, inilah tugas yang sangat berat untuk guru. Tak bisa seorang guru memIsahkan dirinya antara di sekolah dan di luar sekolah. Tak bisa sepenuhnya guru memisahkan tugasnya di ranah publik dan ranah privasi. Ucapan dan tindakannya akan dimaknai sebagai guru dimana dan kapanpun mereka berada.

Keteladanan

        Inilah yang rasa paling berat menjadi guru. Bukan berarti saya menganggap bahwa pada profesi lain tidak berat. Sama sekali tidak. Yang ingin saya katakan, guru secara intens bersinggungan dengan tugas mendidik. Ia memiliki murid yang siap mengikutinya. Ketika guru memberi contoh yang tidak baik maka menara yang ia bangun dengan kata-kata terindah sekalipun, hakikatnya hancur. Karena kata- kata di hadapan muridnya butuh referensi, yaitu tindakan. Tidak berhenti pada murid, masyarakat luas siap siap memasang mata memelototi perilaku keseharian guru. Ketika guru memberikan keteladanan yang baik, maka menumbuhkan inspirasi dan optimisme bahwa moralitas, nilai-nilai dan etika masih ada. Guru di Gugu ditiRU, bukan sekedar profesi.

salam hangat dari Indra Hidayat, semoga bermanfaat