Selasa, 27 Mei 2014

cerpen: Nenek si Penjual Kayangan Part II

"anak-anak itu begitu malang nasibnya. Jauh dari pelukan orang tua dan kehilangan kasih sayang tentu bukan pilihan yang baik. Saat mereka menangis, tak ada ayah dan ibu yang merangkul. Ketika mereka tersenyum, luapannya tentu tidak memuaskan. Ah...." nenek berkisah diliputi kegalauan.
"kalau boleh saya tahu, orang tua mereka kemana, Nek?" si pemuda kembali bertanya.
"Beberapa waktu silam, sebuah kejadian yang mengubur segala harapan terjadi dan datang menyapa kelurga kecilku. Saleh dan Minah adalah pasangan muda yang sangat serasi. Mereka adalah anak dan menantuku. Sementara Minah adalah sepupu yang dinikahinya setelah Minah ditinggal mati kedua orang tuanya setelah pelayaran ke pulau Moyo. Tinggallah mereka denganku di rumah yang sederhana dengan berbagai kekurangan dan sedikit kelebihan. Ya, Saleh adalah suami yang penyayang terhadap keluarga. Pekerjaannya tidak istimewa. Saleh sudah sejak muda menjadi penjual di pelabuhan. Dari kapal ke kapal ia berpindah untuk mencari secuil rezeki. Minah tentu adalah wanita yang pengertian. Setelah tiga tahun menikah ia memutuskan untuk membantu sang suami, sementara itu dua cucuku saya yang merawatnya."
Setelah itu tiba-tiba nenek menunduk dan menangis. Tangisannya terisak-isak dan merasakan kepedihan yang mendalam. Pemuda itu merasa bersalah telah memaksa nenek untuk bercerita. Namun nenek sepertinya mau meyakinkan si pemuda bahwa dirinya tidak apa-apa. Lalu dia kembali melanjutkan cerita.
"Minah adalah menantu yang baik. Perhatiannya terhadap suami tak bisa dipungkiri. Kesetiannya hingga menemani sang suami berjualan adalah hal yang mahal harganya. Ia tahu bahwa keluarga membutuhkan uluran tangannya. Risiko menjadi pedagang asongan sudah ia pikirkan matang-matang. Hingga suatu sore jelang malam, ia harus berada di kapal Bahari Jaya bersama-sama. Tidak ada rencana pasti untuk mengikuti kapal itu sampai di pelabuhan selanjutnya. Namun mereka terlanjur melayani panggilan beberapa penumpang kapal untuk membeli. Lumayan laris, karena diungkapkannya penumpang banyak yang lapar. Belum lagi kalau sudah malam tidak akan ada lagi para penjual yang lalu-lalang di kapal. Tentu kesempatan malam itu Saleh dan Minah manfaatkan. Ah, saya membayangkan betapa bahagianya mereka memandang lautan di malam hari seraya memandang kelap-kelip lampu mercusuar." Nenek memaparkan seraya menutup kesedihan dengan sedikit senyuman.
"Lalu setelah itu apa yang terjadi, Nek?" pemuda bertanya ingin tahu.
"sekitar jam tujuh malam, awak kapal tiba-tiba mengumumkan lewat pengeras suara. diinformasikannya bahwa kapal sedang dalam masalah, ada salah satu sisi bawah kapal yang bocor. Semua penumpang diperintahkannya untuk mengenakan baju pelampung. Sebagai pedagang asongan Saleh dan Minah bukan siapa-siapa. Kegundahan dan ketakutan melanda, namun tidak banyak hal yang bisa mereka perbuat. Orang-orang panik dan porak-poranda, sementara isyarat tanda meminta bantuan mulai dikerahkan. Sementara itu, dalam hitungan belasan menit air sudah mulai mengisi lantai pertama kapal itu. Belum begitu tinggi, tapi orang-orang tidak dapat menerima kenyataan itu. Sedangkan di sudut kanan kapal, Saleh memeluk dan menenangkan si istri. Bantuan rupanya belum ada tanda-tandanya. Semua orang dilanda kegelisahan dan ketakutan yang sangat. Lalu Saleh menarik tangan Minah menuju brangkas penyimpanan baju pelampung. Naas memang, karena pelampung tersisa satu. Segera saja Saleh mengambilnya dan memakaikan pada Minah. Tentunya itu bukanlah tindakan terbaik, karena Minah mengkhawatirkan keadaan suaminya. Air sudah mulai menggenangi lantai pertama kapal, orang-orang bertambah panik. Pihak awak kapal tentunya tetap mengusahakan bantuan secepatnya. Lantai dua sudah kosong dari keramaian karena para penumpang telah melangkah naik ke lantai tiga. Histeri semakin menjadi, kapal sudah hampir setengah yang tenggelam, sementara bantuan belum kunjung datang. Dalam keadaan seperti itu, sebuah handphone di genggaman Minah akhirnya dipencet untuk menghubungi saya mertuanya di rumah. Karena malam sudah larut, saya sudah terburu tidur saat itu. Bahkan hp yang mereka belikan itu tertinggal di dapur. Merasa tak ada jawaban, Minah mengirimkan pesan permintaan maaf darinya dan suaminya. Beberapa saat setelah itu, tiga perahu bot datang menghampiri. Kiranya cukup untuk mengangkut setengah dari penumpang kapal itu. ketika air semakin naik dan beberapa saat kapal akan tenggelam, tiga perahu yang lain datang. Tidak sempat terpikirkan oleh Saleh bahwa masih ada awak kapal yang akan mengisi perahu itu. Karena masih banyak orang, para penumpang saling mendorong untuk bisa segera naik ke perahu. Bukti sayang kepada Minah, ia mendorong Minah naik ke atas perahu. Sementara Saleh masih berdiri di kapal dengan seorang anak empat tahunan. Minah teriak sejadi-jadinya, sementara perahu-perahu sudah sesak adanya. Tak ada harapan lagi untuk bisa pulang. Saleh pasrah menerima kenyataan...." nenek berhenti sejenak lalu menangis.
"Lalu bagaimana selanjutnya, Nek?" pemuda kembali bertanya penuh penasaran.
"Saleh masih bertahan dengan si anak kecil. Linangan air mata mengucuri malam kelam itu. Anak yang ditinggalkan orang tuanya itu tidak mau ketinggalan untuk menangis sejadi-jadinya. Sementara orang-orang di perahu juga menangis tanda iba kepada mereka berdua. Aksi nekad Minah akhirnya dilakukan. Penuh keberanian ia meloncat ke air menuju kapal untuk menemani sang suami. Saleh panik dengan aksi Minah, tetapi rupanya Minah sampai juga di kapal yang jaraknya delapan meter dari perahu. Buru-buru ia meraih tangan anak itu dan memboyongnya berenang ke perahu. Sesampainya di sana, dinaikkannya si anak ke perahu, dilepaskannya baju pelampung dan diserahkannya kepada salah seorang awak seraya berkata, "jaga anak ini. Ia punya hak hidup yang sama seperti Anda! Saya juga punya anak di rumah, saya berkorban ke sini untuk anak-anak saya. Saya rela kehilangan nyawa untuk mereka!". Spontan tangisan di perahu itu meledak untuk Minah. Sementara ia kembali berenang menuju suami tercinta. Entah apa yang mereka ungkapkan, hanya dari kejauhan mereka berpelukan tanda perpisahan. Kemudian melambaikan tangan ke orang-orang di perahu. Dalam hitungan menit kapal itu tenggelam bersama mereka..."